Sunday, April 2, 2017

Pelanggaran UU no 36 Telekomunikasi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dapat dilihat di : http://www.radioprssni.com/prssninew/internallink/legal/uu_telekomunikasi.htm

Penyalahgunaan Telekomunikasi Rugikan Operator Rp 1,2 Triliun

http://www.beritasatu.com/iptek/340252-penyalahgunaan-telekomunikasi-rugikan-operator-rp-12-triliun.html

Kemkominfo bersama Polda Metro Jaya dan operator telekomunikasi tengah menertibkan terminasi trafik internasional. Penyalahgunaan ini berpotensi menimbulkan kerugian industri telekomunikasi sekitar Rp 1,26 triliun per tahun.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Ismail Cawidu mengatakan, penertiban ini dilakukan Tim Penertiban Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika, Direktorat Jenderal Peyelenggaraan Pos dan Informatika, Kemkominfo bersama PPNS Balmon Kelas I Jakarta, PPNS Balmon Kelas II Bandung, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan operator telekomunikasi.
“Tujuannya adalah menciptakan ketertiban oleh Penyelenggaraan Telekomunikasi, menjamin kepastian hukum dan kepastian berusaha dibidang Telekomunikasi, serta menjamin kualitas telekomunikasi kepada masyarakat,” kata Ismail Cawidu dalam keterangan resminya, Senin (11/1).
Definisi Penyalahgunaan Trafik Terminasi Internasional adalah penyaluran trafik dari luar negeri dengan menggunakan jalur dan perangkat tertentu secara tidak sah. Penyalahgunaan ini berpotensi menimbulkan kerugian industri telekomunikasi sekitar Rp 105 miliar per bulan atau Rp 1,26 triliun per tahun.
Sejak bulan Desember 2014 hingga bulan Januari 2015, Tim Penertiban berhasil membongkar kasus-kasus penyalahgunaan trafik-trafik terminasi internasional (RTTI). Beberapa kasus yang dibongkar adalah kasus RTTI di wilayah Indramayu, Bogor dan Jakarta. Kasus di Jakarta merupakan yang terbesar di mana pendapatan pelaku pada bulan Desember dari satu partner saja di luar negeri sebesar U$ 25,362 atau setara sekitar Rp 323.347.680,-.
Dugaan pelanggaran yang disangkakan terhadap UU 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi adalah Pasal 11 ayat (1), Pasal 22 dan Pasal 32 ayat (1) dengan ancaman hukuman berdasarkan pasal 47, pasal 50 dan pasal 52 berupa penjara maksimal selama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600 juta.
Tindakan yang dilakukan oleh tim penertiban salah satunya agar membuat jera para penyelenggara telekomunikasi illegal yang menggunakan perangkat telekomunikasi tanpa izin. Hal ini berakibat menyedot dana masyarakat luas dan berimplikasi timbulnya kerugian negara, misalnya penyelenggara ilegal dimaksud tidak membayar pajak dan kewajiban membayar BHP Jasa Telekomunikasi, USO, dan biaya sertifikasi perangkat telekomunikasi (PNBP).
Bahwa tindakan yang dilakukan oleh Tim Penertiban selaku PPNS di lingkungan Kemkominfo bersama dengan Korwas Polda Metro Jaya merupakan langkah yang tepat untuk mencegah tindak pidana bidang Telekomunikasi sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Gugatan Praperadilan
Di tengah proses penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Tim Penertiban dimaksud Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang menangani perkara ini dipraperadilankan oleh tersangka melalui gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 15 Desember 2015.
“Intinya pemohon tidak setuju terhadap upaya paksa berdasarkan UU Telekomunikasi dan KUHAP yang dilakukan penyidik kepada tersangka yang antara lain upaya paksa penggeledahan, penyitaan dan penetapan tersangka,” kata Ismail.
Tim Penertiban lintas Direktorat Jenderal bersama dengan Korwas PPNS Polda Metro Jaya pada saat ini, dalam menghadapi gugatan itu, sedang mempersiapkan segala materi jawaban, duplik, kesimpulan maupun alat-alat bukti, saksi dan ahli dalam persidangan yang pada saat ini masih berjalan.
Hal ini diperlukan agar tindakan penyidikan yang telah dilakukan bersama tersebut tetap sah di hadapan hukum dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik Hukum Acara Pidana maupun Hukum Telekomunikasi.
"Besar harapan masyarakat kepada hakim yang mengadili perkara ini, agar benar-benar cermat dan dengan hati nurani sehingga dalam memutuskan gugatan tersebut mengacu pada peraturan perundang-undangan dan berpihak pada kepentingan negara, karena tindakan yang dilakukan tersangka dalam kasus ini jelas-jelas merugikan masyarakat telekomunikasi Indonesia khususnya industri telekomunikasi," ujar Ismail.

Segala sesuatu jika ingin dilakukan dengan benar harus memperhatikan elemen-elemen yang terkait dengan tindakan yang dilakukan, sebagai contoh kasus diatas, sebelum melakukan kegiatan usaha dibidang telekomunikasi baiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan pakar hukum hal ini dapat mencegah masalah yang mungkin timbul dikemudian hari.

No comments:

Post a Comment

Postkan Komentar anda biar ramai :-))